Hukum Tindak Pidana Korupsi
Aspek Yuridis Perlindungan Saksi Dalam Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Di Indonesia
Cetakan Pertama: Juli 2019
Surabaya, Jawa Timur
Penulis: Dr. Aris Irawan, SH. MH.
Penata Letak: Kanaka
Penata Sampul: Kanaka
Pemeriksa Aksara: Asroful A
ISBN: 978-623-7346-44-9
Tebal: 200 hlm; B5
Perlindungan bagi saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi sangatlah
penting, mengingat dalam tindak pidana korupsi yang menjadi
tersangka/terdakwa ataupun pihak yang terkait dengan kasus tersebut
dapat mengancam keberadaan saksi pelapor dengan menggunakan pengaruh
jabatannya. Pentingnya perlindungan saksi pelapor sebenarnya sudah ada
termaktub dalam Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, Dalam
penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain
yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama
atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat
diketahuinya identitas pelapor.
ISBN: 978-623-7346-44-9
Tebal: 200 hlm; B5
Orang yang melihat, mendengar atau mengalami sendiri adanya tindak pidana korupsi yang kemudian mengungkapkan ke publik atau melaporkan kepada pihak berwenang (aparat penegak hukum) dikenal dengan istilah whistleblower (saksi pelapor/pengungkap fakta). Tindakan saksi pelapor melaporkan kasus tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum tersebut selama ini menimbulkan polemik tersendiri karena tidak adanya kepastian perlindungan hukum yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena regulasi yang ada di Indonesia belum memberikan perlindungan hukum yang semestinya bagi saksi pelapor. Minimnya perlindungan hukum tersebut juga diperparah oleh resistensi dari aparat penegak hukum yang turut serta memperlemahnya, belum lagi ditambah dengan komitmen pemerintah yang masih terlihat ragu dan setengah hati sehingga para saksi pelapor kasus tindak pidana korupsi mengalami penganiayaan, intimidasi dan dijerat menjadi tersangka (dikriminalisasi).